Rabu, 06 November 2013

Jengkel

“Sial! Stress gw lama-lama kaya gini. Satu atap sama orang kaya dia Ra.“ Gerutu ku dengan muka murka.
“Aneh ya, ko ada orang kaya dia, semaunya sendiri, seenaknya dia aja. Dan yang lebih gilanya lagi nih Ra, barang-barang gw dia pake tanpa setau gw. Kurang ajar banget kan tuh orang!“ gerutuku semakin menjadi.

“Wow, wow, wooow...  calm down say... jangan emosi gitu, ntar cepet tua lo”.

“Emang si, aku perhatiin, tingkah dia tuh seenak jidat jenongnya aja. Emang wataknya udah begitu kali say... Ya kamu maklumin ajalah say... “.

“Apa! Maklumin? Maklumin? Ga salah denger gw Ra??” Kaget bukan maen diriku saat mendengar ucapan dari sahabat karibnya sendiri.

“Ira ku sayaaaang.... orang kaya dia udah ga bisa dimaklumin lagi. Kudu, wajib bin harus di kasih pelajaran deh”.

“Ya udah, kalo emang kamu udah ga betah, kenapa ga cari kostan baru aja, yang lebih deket sama kantor, daaa...n yang pastinya kamu akan terbebas dari orang kaya dia”.

“Pengennya si gitu Ra... tapi gw udah terlanjur bayar sama Ibu kost, malahan sampe 3 bulan kedepan...” Muka melas langsung tergambar dari wajahnya..
.
“Hmm... kamu si, udah tau temennya kaya gitu, bukannya langsung cari kostan baru, malah masih perpanjang aja, sampe 3 bulan lagi...”.

“Mau gimana lagi Ra... gw pikir, gw bisa ngadepin kelakuannya dia. Tapi ga taunya, lama-lama ilang kesabaran gw Ra... “
.
“Yaudah, tenang aja, sabar... sekarang apa yang akan kamu lakukan?”.

“Nothing, hanya menerima nasib, sampe 3 bulan kedepan...” Terllihat murung dari raut wajahnya.

“Jangan murung gitu dong sayang... Kamu bisa ko menghadapi situasi ini, kamu kan masih punya aku untuk berbagi, kalo lagi kesel sama dia, kamu bisa keluarin uneg-uneg sama aku. Aku siap menjadi pendengar setia kamu”.

“Thanks ya Ra... beruntung gw dapet sahabat kaya lo... “.


Sabtu, 10 November 2012

*11 November*

10 November 2012,
[22:09] Entah mengapa hatiku begitu hening, hampa, sepi... Dua jam mendatang saat jarum jam berdetak tepat pukul 00:00 usiaku genap 24! namun, aku hanya habiskan waktuku dikamar, menutup rapat pintu, dengarkan lantunan musik, berharap lagu-lagu ini sedikit mengusir kesepianku malam ini, but it's not work! Apa mungkin karna playlist yang kuputar salah? hatiku dengan seketika berubah menjadi kelabu, hingga tak terasa mata ini menitikan air mata.



Entah apa yang kurasa, tak karuan, tak pasti...

Terlintas kembali akan dua hari yang lalu, saat kau tinggalkanku di halte itu... Hatiku sedih, saat kau tak terima akan setiap penjelasan yang kuberi, hal sepele pun tak bisa kau redam emosi. Sungguh jauh-jauh hari kunantikan hari ini, angka cantikku.. Namun malam ini dia tak secantik seperti tahun sebelumnya...



[22:45] Dan aku tetap terpaku pada layar monitor, ingin kutulis namun terhalang oleh rasa yang tak pasti. jemari berada diatas keyboard, menekan nekan tak jelas apa yang ingin ditulis. Kuping pun masih tertutup headset, masih dengan lagu sendu. 

Baiklah, akan kucoba tuk pejamkan mata ini, resapi hening dengan lagu-lagu ini...



[00:00] Nada dering itu terdengar nyaring, kulihat namanya muncul di layar. Begitu kuangkat, ucapan selamat ulang tahun terdengar dari ujung telpon... Namun semua tampak hambar, tak merasa bahagia. Bukan seulas senyum yang mengembang namun deraian air mata mengalir begitu saja...


11 November 2012,
11 November... Selamat hari lahir untuk diriku! Ya! selamat lahir VIOLINA MELODI!

Selain doa untuk kesuksesan atas pencapaian yang sempat tertunda, dan melihat Ibu bahagia, terselip doa untuk hubungan kita... Berharap pikiran kita terbuka, saling mengerti, menerima akan kekurangan masing-masing. Aku dan kamu menjadi satu, bertemu dalam ikatan suci, merajut mimpi bersama, menggapai cita dengan satu genggaman...


Minggu, 28 Oktober 2012


*Inilah Kotaku*

Kota yang tak pernah lengang, Kota yang padat, Kota yang tingkat polusinya melebihi kota-kota besar lainnya, Kota dengan tingkat kriminalitasnya tinggi, Kota dengan... dengan... Namun kota ini memliki magnet bagi mereka yang tinggal di daerah untuk berbondong-bondong menetap dan mengais rezeki, yang pada kenyataannya apa yang mereka dapatkan tak seindah yang di bayangkan...
Ya! Begitulah yang terjadi, kota ini seakan akan memiliki daya pikat yang sangat memukau. Namun untukku? Hmm...  Entahlah... J
Seperti biasa, sore yang padat, sangat-sangat padat dan panas. Aku berdiri di tepi jalan mataku tajam mencari angkot yang akan mengantarkanku ke tempat yang aku tuju. Itu dia! Angkot berwarna telor asin yang kucegat ini lumayan lengang, senang hatiku J karna tak harus duduk berdesak-desakan.
Perjalananku pun berlanjut, kini aku harus melanjutkan menggunakan Trans Jakarta... kedengarannya alat transportasi ini begitu wah ya, tapi kenyataannya tak seperti yang di perkirakan. Aku menunggu.. menunggu.. dan menunggu... panas, lama, membuatku lusuh, kesal, terlebih jika ku ingat akan janji yang sedang menungguku.... “huft!” begitulah aku mengeluh... Dan pada akhirnya, bis yang kutunggupun datang, namun aku harus terima kenyataan bahwa dalam bis itu sudah sesak, tak ada tempat duduk. Mau tidak mau aku masuk, mengingat adanya janji dengan seseorang. Jika aku menunggu bis selanjutnya, entah kapan akan sampai...
Memang bis ini ber AC, Pria dan Wanita di pisah, Pria dari tengah ke belakang, dan Wanita di depan. Tapi tetap saja jika kondisinya seperti ini, yang penuh sesak, peraturan itu tak bisa di gubris, yang penting bisa masuk, cepat sampai tujuan, itu lah yang terbesit. Begitupula dengan diriku. Masa bodoh dengan aturan itu, yang penting aku bisa melanjutkan perjalanan dengan cepat. Karena begitu padatnya, AC pun tak terasa, panas bukan main, ditambah rasa pegal mendera... panjangnya perjalanan ini membuatku harus lebih bersabar dan terus bersabar...
Pada pemberhentian berikutnya aku turun, berjalan menuruni anak tangga, menemui seseorang yang telah sabar menanti kedatanganku. Telat.. ya, aku tak bisa tepat waktu, tapi syukurlah aku tak mendapat respon yang tidak sedap dari dirinya. Ya, Kali ini aku sangat beruntung J.
Sore telah berganti malam, kini saatnya aku menuju pemberhentian terakhir untuk hari ini... “Rumah”...
Lagi-lagi Trans Jakarta jadi pilihanku “mau tidak mau” karna tidak ada alternatif lain selain kendaraan ini menuju Rumahku. Akupun kembali menunggu, dan berdesak-desakan dengan penumpang lainnya.
Trans Jakarta ini melewati Monas, tugu itu terlihat sangat kokoh, indah dengan hiasan lampu warna warni... terlintas dalam benakku, sungguh miris, indahnya Ibukota ini tak bisa menjamin kenyamanan kami, kami yang tinggal di sini, dan mereka yang nekat ingin merasakan gemerlapnya kota ini...
 lamunanku buyar ketika petugas mengingatkan pemberhentian selanjutnya. Itu halte ku, aku pun bergegas keluar, menuruni anak tangga, mencari angkot, dan tak lama kemudian tibalah aku di rumah... rumah yang memberikanku kenyamanan.... sofa yang hangat, suara anak-anak, dan senyuman hangat Ibuku.. J. Selesai tugasku hari ini... saatnya lepaskan penat... karna esok pagi aku akan berjibaku kembali dengan berbagai carut marut yang ada diluar sana...
begitulah sekelumit ceritaku dengan kota yang sempit, yang bising, yang banjir bila hujan tiba, yang.. yang... ah, terlalu banyak bila ku sebutkan.. namun dibalik itu semua, aku tersadar, inilah kotaku, tempatku dilahirkan, tempatku mencari rezeki, tempatku bernaung... Jakarta!


Selasa, 16 Oktober 2012


*Syarat Utama*


“Nanti kalo pulangnya di jemput Dafi, suruh ke rumah ya, ada yang mau di omongin...”

Deg! Itulah ucapan Ibu saat aku menuruni anak tangga...

Dengan hati yang bercampur aduk, Aku beranikan diri bertanya...

“Memangnya mau nanya apa, Bu?” Perasaanku sudah tak karuan, mendengar jawaban yang akan dikatakan Ibu...

“Ga.. Ibu sekedar mau tes saja, seputar Shalat... Ibu ingin tau, apakah dia mengerjakan yang 5 waktu atau tidak. Ya.. meskipun dia keluaran dari Pesantren, ga menjamin kan... Soalnya kemaren Ibu dapet kabar dari kakak kamu, pas dia datang ke rumah, dia ga Shalat. Makanya Ibu mau tanya, dia bisa jawab apa ga...“

Aku langsung lemas seketika. Otakku berputar tentang penjelasan Ibu...  “Apakah harus Ibu menanyakan itu saat ini?”

“Ya! Ibu harus tanyakan ini secepatnya. Sebelum semuanya terlampau jauh..” kata-kata itu keluar dengan tegasnya dari mulut Ibu...

“Syarat utama adalah agama... ini adalah pondasi untuk memulai perjalanan hidup kalian. Jika yang menjadi dasar sudah rentan, bagaimana selanjutnya....” seketika hening menyelimuti...

“Ibu ingin kau bahagia, Ibu ingin kelak kau mendapatkan imam yang baik untukmu dan untuk anak-anakmu... Ibu hanya inginkan yang terbaik untukmu nak...”

Tak terasa air mata ku menetes mendengar penjelasan Ibu.. sungguh menyentuh hatiku... Ibu yang terlihat keras, namun jauh dilubuk hatinya Ia adalah sosok wanita yang lembut, penuh dengan kasih sayang...

“Ibu...” seketika aku memeluk tubuhnya... erat...

Dengan sedikit terisak, dan suara parau akibat ledakan emosi, aku berusaha mengatakan...“Terimakasih...”



Rabu, 08 Agustus 2012

Rangkai Kata #3

Buliran air menggenang disudut mata, sungguh pagi yang pilu...
Aku berusaha menjadi batang pohon yang kuat, namun aku termasuk ranting yang rapuh, terlalu rapuh...

Sayang ini tergerus oleh rasa cemburu dan ego...
Kucoba untuk tundukkan hati, namun tak kau lihat...
Aku hanya jelmaan cinta yang tak kau harap.
Dihadapnya begitu menggunung salahku, tak indahkan laju kata penjelasan.
Tak ada artinya kata terlontar dari sudutku, begitu hambar terdengar olehnya.

Tersadar dan selalu tersadar akan diri ini,
Aku yang terlalu lemah dan rapuh tak dapat imbangi diri yang begitu kuat dan kokoh...
Cambukkan ini terlalu keras, robohkan tiang penyangga hati, melebur derai airmata.

Rangkai Kata #2


“Goyah hati meredam rindu,
Gontai langkah menapaki hari hampa,
Letih raga menopang getar cinta,
Sayu mata menahan rintik airmata”.



Sabtu, 21 Juli 2012

Rangkai Kata #1



 “Tak ada yang bisa kuharapkan...

tak ada sandaran tuk labuhkan apa yang kurasa.

aku bagaikan hilang ditengah keramaian, sendiri…
luapan rasa ini tertahan dalam dada, sesak, begitu sakit.
kutahan, hingga derai tangis membuncah dikesunyian malam..
hening… hanya ada isak tangis terdengar sayup hati berkata,
Tuhan.. damaikan hatiku, bantu aku menahan rapuhnya jiwa…”.